Kamis, 24 Februari 2011

HUKUM PAJAK

pajak berdasarkan norma–norma hukum untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
kolektif guna meningkatkan kesejahteraan umum yang balas jasanya tidak diterima
secara langsung . Pajak yang ada sekarang ini sebenarnya sudah dikenal sejak
zaman dahulu. Zaman dahulu ,pajak dikenal dengan sebutan upeti.Upeti merupakan sejumlah
uang emas dan harta lainnya yang dipersembahkan kepada raja yang berkuasa dan
dijadikan sebagai sumber penerimaan untuk membiayai negara atau kerajaanya.
Di
Indonesia, Undang-Undang mengenai pajak diatur dalam Undang-Undang No 16 tahun 2000. Di dalam Undang-Undang
tersebut berisikan mengenai aturan-aturan dan ketentuan serta tata cara dalam
melakukan hal yang berhubungan dengan pajak. Setiap warga negara Indonesia
yang memenuhi syarat ,wajib membayarkan pajak kepada pemerintah. Orang pribadi
atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau
pemotong pajak tertentu disebut sebagai wajib pajak.
Apakah
sebenarnya fungsi dari pajak? Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23
ayat 2, disebutkan bahwa “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan
undang-undang.” Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki fungsi
yang luas antara lain sebagai sumber pendapatan negara yang utama,pengatur
kegiatan ekonomi,pemerataan pendapatan masyarakat, dan sebagai sarana
stabilisasi ekonomi.
Nomor
Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Setiap wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak sesuai dengan masa pajak.
Masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan
takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
paling lama 3 (tiga) bulan takwim. Adapun hal lainnya yang menyangkut tentang
waktu pemenuhan pajak yaitu 1 (satu) tahun takwim kecuali bila wajib pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Bagian tahun dalam
pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.
Sistem
pemungutan pajak di Indonesia
pada saat ini menggunakan full self assessment system yang artinya dalam
penghitungan dan pemungutan pajak dilakukan oleh wajib pajak sendiri dan bila
menemui kesulitan ,wajib pajak dapat bertanya pada aparat pajak. Selain itu
dengan full assessment system wajib pajak harus menghitung sendiri jumlah
seluruh penghasilan yang telah diperolehnya,menghitung sendiri jumlah pajak
yang terutang ,menghitung sendiri jumlah pajak yang telah dibayar atau dapat
dikreditkan ,menghitung sendiri jumlah pajak yang masih harus dibayar, menyetor
sendiri jumlah pajak yang masih harus disetor ke Kas Negara via bank persepsi
,dan wajib pajak wajib mengisi serta melaporkan sendiri Surat Pemberitahuan
(SPT) dan Surat Setoran Pajak (SSP) ke DJP/ kantor pajak Dalam self-assessment
system, fungsi
aparat pajak adalah memberikan penyuluhan, pembinaan, dan
pelayanan serta melakukan pengawasan atas kepatuhan wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Tahap awal seorang wajib pajak adalah
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.Nomor Pokok Wajib Pajak yaitu nomor yang
diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Berhubung
penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak sendiri maka dapat dikatakan,
dapat saja terjadi penyelewengan dari pembayaran pajak yang seharusnya. Apabila
hal tersebut terjadi maka wajib pajak dapat dikenakan sanksi yang berupa sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang
kurang dibayar, harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak dan apabila jangka
waktu yang ditetapkan telah lewat, maka sanksi administrasi ditambahkan berupa
bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. Wajib pajak
yang tidak taat dengan aturan perpajakan (sudah mencapai tahap yang harus
ditindak tegas) akan dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Menurut
Mar''ie Muhammad, Mantan Menteri Keuangan Indonesia , di dalam pasal
38, RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ,jika kealpaan pembayaran pajak
menimbulkan kerugian negara, wajib pajak dapat dikenakan sanksi pidana kurungan
dan atau denda. Mengingat penerapan aturan perpajakan tidak matematis dan
umumnya masyarakat tidak menguasai aturan perpajakan dan aturan perpajakan
banyak yang intepretatif (tergantung dari intepretasi petugas pajak), maka
sebaiknya kita kembali kepada prinsip pajak, yaitu untuk penerimaan negara.
Jadi,
jika indikasinya cukup bahwa pembayar pajak hendak melalaikan dengan sengaja
pembayaran pajaknya, dikenakan sanksi denda dan berikan sanksi yang berat.
Hukuman pidana hanya dikenakan melalui putusan pengadilan, hal ini penting agar
ada kepastian hukum dan tidak menjadi alat tarik ulur antara petugas pajak dan
pembayar pajak. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai keseimbangan
antara kepentingan pemerintah dan pembayar pajak. Menurut paradigma lama,
kepentingan pemerintah sama dengan kepentingan negara harus diubah dan
pemerintah hanya salah satu stakeholder untuk menjaga kepentingan negara. Ini
karena masih ada stakeholder lain, yaitu DPR, kelompok kepentingan, dunia
usaha, dan masyarakat sipil.
Dengan
demikian , kita dapat mengetahui sekilas mengenai serba-serbi tentang pajak
serta sedikit tentang tatacara pajak serta konsekuensi dari adanya
penyelewengan terhadap masalah pajak di Indonesia. Diharapkan pada waktu
mendatang ,kebijakan pajak dapat semakin membantu pembangunan serta kemajuan
negara di berbagai bidang. Oleh karena itu, kita sebagai wajib pajak dihimbau
agar menjadi seorang wajib pajak yang baik ,taat pada hukum .Karena dengan
membayar pajak ,kita sebagai warga negara
pun ikut menyukseskan pembangunan dan kinerja negara.
Diterbitkan di: Mei 25, 2007






http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/10/asas-asas-hukum-pajak.html








I. PENDAHULUAN
Dalam tia-tiap masyarakat, ada hubungan antara manusia dengan manusia, dan selalu ada peraturan yang mengikatnya yaitu hukum. Hukum mengatur tentang hak dan kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji / upah dari pekerjaan membawa kewajiban untuk menghasilkan atau untuk bekerja.
Demikian juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian kepada negara dalam bentuk untuk membantu negara dalam meninggikan kesejahteraan umum. Begitu pula hak untuk memperoleh dan memiliki gedung, mobil dan barang lain membawa kewajiban untuk menyumbang kepada negara.
Cort Van der Linden berpendapat bahwa pajak adalah kewajiban penduduk negara untuk dapat menetap serta berusaha dalam negara itu dan memperoleh perlindungan. Jadi penduduk negara berhak untuk memperoleh perlindungan (hukum dan sosial ekonomi). Untuk itu penduduk negara berkewajiban membayar pajak kepada negara.


II. PERMASALAHAN
A. Pengertian Pajak
Adapun yang dimaksudkan dengan pajak ialah iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayrnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali yang langsung. Sedangkan menurut Prof. Dr. MJH, Smeeth, pajak yaitu prestasi pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan.
Dari definisi-definisi di atas, ternyata terdapat istilah “yang dapat dipaksakan” atau istilah wajib yang mengandung pengertian bahwa kalau wajib pajak itu tidak mau membayar pajak yang dibebankan kepadanya, maka hutang pajak itu dapat ditagih secara paksa, misalnya dengan penyitaan.
Manfaat atau guna pajak itu sendiri ialah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Jadi hasil atau imbalan yang kita peroleh dari pembayaran pajak ini tidak dapat kita peroleh secara langusng. Karena prestasi yang diberikan oleh pemerintah ini merupakan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, seperti sekolah-sekolah negeri dan sebagainya. Dengan memenuhi kewajiban membayar pajak, seorang wajib pajak sebagai warga negara yang baik telah membantu pemerintah dalam membiayai rumah tangga negara dan pembangunan negara.
Ciri-ciri pajak :
1. Pajak dipungut berdasar peraturan perundangan yang berlaku
2. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah
3. Pajak tidak menimbulkan adanya kontra prestasi dari pemerintah secara langsung
4. Pajak dipungut untuk membiayai pengeluaran pemerintah
5. Pajak berfungsi sebagai pengatur anggaran negara.
Sehubungan dengan adanya ciri-ciri di atas, maka pajak berbeda dengan retribusi. Pada retribusi pembayaran tersebut memang ditujukan semata-mata oleh si pembayar untuk memperoleh suatu prestasi tertentu dari pemerintah, misalnya pembayaran karena pemberian suatu izin oleh pemerintah.
B. Macam-macam Pajak
Pajak dapat dibagi dua golongan, yaitu :
1. Pajak langsung ialah pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak dilimpahkan kepada orang lain.
Misalnya : pajak seorang pengusaha dibayar dari pendapatan atau labanya sendiri sehingga pada dasarnya pajak ini tidak menaikkan harga barang yang diproduksi oleh pengusaha itu.
Contoh pajak langsung : pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak rumah tangga, pajak perseroan, pajak bumi dan bangunan dan sebagainya.
2. Pajak tidak langsung ialah pajak yang dibayar oleh si wajib pajak tetapi oleh wajib pajak ini dibebankan kepada orang lain yang membeli barang-barang yang dihasilkan olehnya.
Pajak ini akhirnya dapat menaikkan harga, karena dibebankan kepada pembeli dan karena itu hanya dibayar kalau terjadi transaksi yang menimbulkan pajak tersebut.
Misalnya : pajak penjualan, pajak pembangunan, bea materai, bea balik nama dan sebagainya.
C. Pengertian Hukum Pajak
Hukum pajak ialah hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan para wajib pajak, yang antara lain menerangkan :
1. Siapa-siapa wajib pajak
2. Obyek-obyek apa yang dikenakan pajak
3. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah
4. Timbul dan hapusnya hutang pajak.
5. Cara penagihan pajak
6. Cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan pajak.
Dalam penyusunan peraturan perpajakan ini harus diperhatikan banyak hal, antara lain kemampuan wajib pajak, keadilan dalam pembebanan pajak, keadaan keuangan negara, keadaan ekonomi masyarakat dan cara-cara pelaksanaannya.
D. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Kewajiban pajak itu timbul setelah memenuhi dua syarat, yaitu :
1. kewajiban pajak subyektif ialah kewajiban pajak yang melihat orangnya.
Misalnya : semua orang atau badan hukum yang berdomisili di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subyektif.
2. Kewajiban pajak obyektif ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal yang dikenakan pajak.
Misalnya : orang auat badan hukum yang memenuhi kewajiban pajak kekayaan adalah orang yang punya kekayaan tertentu, yang memenuhi kewajiban pajak kendaraan ialah orang yang punya kendaraan bermotor dan sebagainya.
Kewajiban wajib pajak
Dalam menghitung jumlah yang dipakai untuk dasar pengenaan pajak, diperlukan bantuan dari wajib pajak dengan cara mengisi dan memasukkan surat pemberitahuan (SPT). Setiap orang yang telah menerima SPT pajak dari inspeksi pajak mempunyai kewajiban :
a. Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan yang sebenarnya
b. Menandatangani sendiri SPT itu
c. Mengembalikan SPT pajak kepada inspeksi pajak dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Wajib pajak harus memenuhi kewajibannya membayar pajak yang telah ditetapkan, pada waktu yang telah ditentukan pula. Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak, dapat diadakan paksaan yang bersifat langsung, yaitu penyitaan atau pelelangan barang-barang milik wajib pajak.
Hak-hak Wajib Pajak
Wajib pajak mempunyai hak-hak sebagai berikut :
1. Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangi atau membebaskan diri dari ketetapan pajak, apabila ada kesalahan tulis, kesalahan menghitung tarip atau kesalahan dalam menentukan dasar penetapan pajak.
2. Mengajukan keberatan kepada kepala inspeksi pajak setempat terhadap ketentuan pajak yang dianggap terlalu berat.
3. Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak, apabila keberatan yang diajukan kepada kepala inspeksi tidak dipenuhi.
4. Meminta mengembalikan pajak (retribusi), meminta pemindah bukuan setoran pajak ke pajak lainnya, atau setoran tahun berikutnya.
5. Mengajukan gugatan perdata atau tuntutan pidana kalau ada petugas pajak yang menimbulkan kerugian atau membocorkan rahasia perusahaan / pembukuan sehingga menimbulkan kerugian pada wajib pajak.


III. KESIMPULAN
Pajak ialah iuran wajib kepada negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali secara langsung, manfaat atau guna pajak yaitu untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Pajak dibagi dalam dua macam yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung, disamping itu wajib pajak pun mempunyai kewajiban dan hak-hak sebagai seorang wajib pajak. Hukum pajak ialah hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib pajak.
DAFTAR PUSTAKA
H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002.
Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989.
Prof. H. A. M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994.

MAKALAH HUKUM KEPAILITAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Permasalahan
Berkembangnya era globalisasi di dunia,sangat membawa dampak terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang sosial,ekonomi,budaya,dan lain-lain.Khususnya di bidang ekonomi,berkembangnya era globalisasi semakin mendongkrak daya pikir manusia untuk melakukan suatu usaha ataupun pengembangan di bidang usaha.Berbagai cara ditempuh oleh pelaku usaha untuk melakukan melakukan pengembangan usahanya agar usahanya tidak tertinggal dengan pelaku usaha yang lain.Hal itu dilakukan dengan melakukan iklan besar-besaran,membuka jalur-jalur investasi baik untuk investor dalam negeri maupun investor luar negeri,membuka berbagai cabang perusahaan dan yang paling sering dilakukan adalah melakukan utang untuk mengembangkan usahanya,karena di zaman sekarang untuk melakukan suatu pengembangan usaha tidak membutuhkan biaya yang ringan.Utang bagi pelaku usaha bukan suatu proses yang menunjukan bahwa perusahaan mempunyai neraca keuangan yang buruk,utang dalam dunia usaha merupakan salah satu langkah infentif untuk mendapatkan suntikan modal agar dapat melakukan pengembangan usaha.Namun konsep tersebut berlaku apabila di masa jatuh tempo penagihan,perusahaan tersebut mampu mengembalikan utang tersebut.
Yang menjadi permasalahan adalah ketika perusahaan sebagai debitor atau pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasanya dapat ditagih di pengadilan,tidak mampu mengembalikan utang dari kreditor atau pihak yang mempunyai piutang utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasanya dapat ditagih di pengadilan.Oleh karena itu,dalam menjamin keadilan untuk masing-masing pihak,pemerintah mengeluarkan peraturan tentang kepailitan..Pengaturan kepailitan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda,yaitu S.1905-217 juncto S.1906-348.Untuk menjamin kepastian hukum yang lebih pasti maka pada tanggal 22 April 1998 dikeluarkanlah Perpu Nomor 1 tahun 1998 yang kemudian disahkan dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1998. Undang-Undang No.1 Tahun 1998 tersebut diperbaiki dan diganti dengan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang .Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesanya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur didalam Undang-Undang ini.Undang-undang ini semakin menjawab berbagi permasalahan kredit macet yang ada di Indonesia pada waktu itu.
Pada dasarnya,kepailitan mencakup mengenai harta kekayaan dan bukan mengenai perorangan debitur .Yang disebut dengan harta pailit adalah harta milik debitur yang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan(ahmad hal 27).Ketentuan pasal 21 Undang-Undang Kepailitan secara tegas menyatakan bahwa”Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”.Walaupun demikian pasal 22 Undang-Undang Kepailitan mengecualikan beberapa harta kekayaan debitur dari harta pailit.Selain itu,dalam pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga menerangkan tentang jaminan pembayaran harta seorang debitor kepada kreditor.Dalam pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa”Segala kebendaan si berutang,baik yang bergerak maupun tak bergerak,baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,menjadi tanggungan perikatan perseorangan.”,hal ini sangat memperjelas tentang obyek dari harta pailit. Namun dalam perkembanganya,banyak debitor yang berusaha menghindari berlakunya pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dengan melakukan berbagai perbuatan hukum untuk memindahkan berbagai asetnya sebelum dijatuhkanya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga.Misalnya menjual barang-barangnya sehingga barang tersebut tidak lagi dapat disitajaminkan oleh kreditur.Hal ini sangat merugikan kreditur karena semakin berkurangnya harta yang dipailitkan maka pelunasan utang kepada kreditor menjadi tidak maksimal.Undang-Undang Telah melakukan berbagai cara untuk melindungi kreditor dengan pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan pasal 41-49 Undang Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran.Upaya-upaya yang dilakukan oleh undang-nndang tersebut serind disebut dengan actio pauliana.Actio pauliana adalah suatu upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh debitor untuk kepentingan debitor tersebut yang dapat merugikan kepentingan kreditornya. Namun dalam upaya pembuktianya bahwa debitur telah melakukan berbagai perbuatan hukum yang merugikan kreditur bukanlah sesuatu yang mudah.


B.Perumusan Masalah
1.Apakah perbedaan pengaturan actio paulinia di dalam KUHPerrdata dengan UU No.37 Tahun 2004?
2.Bagaimanakah cara membuktikan bahwa debitor telah melakukan perbuatan hukum yang merugikan kreditor sehingga perlu dilaksanakanya Action pauliana?
3.Apakah akibat hukum dari Action Pauliana?

BAB II
PEMBAHASAN
Kata-kata actio pauliana ini berasal dari orang romawi,yang menunjukan kepada semua upaya hukum yang digunakan untuk menyatakan batal tindakan debitur yang meniadakan arti pasal 1131 KUHPerdata yang berbunyi”Segala kebendaan si berutang,baik yang bergerak maupun tidak bergerak,baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan”.Jadi debitor berusaha meniadakan atau menghilangkan arti penting dari pasal ini dengan cara memindahkan sebagian aset-aset harta kepailitanya agar tidak menjadi aset yang digunakan untuk pembayaran kreditor saat debitor tersebut dipailitkan.Karena semakin besar aset yang dimiliki oleh seorang debitor maka akan menyebabkan semakin besar pula kewajiban pengeluaran asetnya untuk memenuhi kewajiban pembayaran hutang kepada kreditor. Oleh karena itu ketika debitor akan dinyatakan pailit,diperlukan suatu kewenangan hukum yang dapat membatalkan perbuatan-perbuatan hukum dari seorang debitor,kewenangan hukum ini sering disebut dengan actio paulinia.Pengaturan tentang actio pauliana diperkuat di dalam pasal 1341 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi”Meskipun demikian,tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang dengan nama apapun juga,yang merugikan orang-orang yang berpiutang,asal dibuktikan,bahwa ketika perbuatan dilakuka,baik si berutang maupun orang dengan atau untuk siapa si berutang itu berbuat,mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang yang berpiutang.”.Dalam pasal 1341 ayat (1) tersebut dapat diartikan bahwa terdapat hak dari seorang kreditur untuk mengajukan pembatalan terhadap tindakan-tindakan hukum yang tidak diwajibkan,yang telah dilakukan oleh debitur.Yang dimana perbuatan tersebut dapat merugikan pihak kreditor.Selain itu,paal tersebut juga membuktikan tentang sifat dasar perjanjian yang mengikat kedua belah pihak.
Actio Pauliana merupakan sarana yang diberikan oleh undang-undang untuk membatalkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor.Di dalam pasal 1341 ayat (2) yang berbunyi “Hal-hal yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ketiga atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu,dilindungi.” juga ditambahkan tentang asas itikad baik(good faith). .Jadi walaupun barang-barang atau aset-aset yang dimiliki oleh debitur sudah dikuasai oleh pihak ketiga,maka aset-aset tersebut dapat diminta kembali dengan actio paulinia dan untuk pihak ketiga yang terlanjur melakukan transaksi dengan debitor yang akan dinyatakan pailit,akan diberikan pengembalian terhadap harga yang telah dibayarnya oleh kurator.
Selain diatur di dalam KUHPerdata,Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang kepailitan juga mengatur tentang actio paulinia secara lebih komprehensif.Pengaturan actio paulinia di dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 diatur di dalam pasal 41 sampai dengan 49.Hal ini dapat dibuktukan dengan isi dari pasal 41 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 yang menyebutkan “Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan”.
Dalam melaksanakan tugasnya,seorang kurator juga harus memastikan terpenuhinya syarat-syarat dari actio pauliana.Syarat-syarat dari actio pauliana menurut Undang-Undang Kepailitan adalah sebagai berikut:
1.Dilakukan actio pauliana tersebut untuk kepentingan harta pailit
2.Adanya perbuatan hukum dari debitur
3.Debitur tersebut telah dinyatakan pailit
4.Perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditor,contohnya:menjual barang dengan harga dibawah standar,pemberian barang sebagai hibag atau hadiah,memberikan kewajiban terhadapharta pailit,melakukan sesuatu yang merugikan rangking kreditor seperti pembayaran terhadap kreditor tertentu saja.
5.Perbuatan hukum tersebut dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan
6.Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik,dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan,debitur tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur
7.Kecuaali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik,dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan,pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian pada kreditor
8.Perbuatan hukum tersebut bukan perbuatan hukum yang diwajibkan,yaitu tidak diwajibkan oleh undang-undang atau perjanjian.Contoh:memberikan jaminan kepadav kreditur yang tidak diharuskan,membayar hutang yang belum jatuh tempo,menjual barang-barang dengan kompensasi harga,membayar utang(sudah jatuh tempo atau belum) tidak secara tunainamun diganti dengan hal yang lain seperti barang.
Seperti yang ada di dalam syarat-syarat actio pauliana bahwa perbuatan debitur harus merupakan perbuatan hukum.Jadi dalam perbuatan yang dapat dibatalkan dengan actio pauliana harus merupakan suatu perbuatan yang memiliki akibat hukum.Jadi apabila debitor memusnahkan asetnya,debitor menolak untuk menerima sumbangan ataupun debitor tidak mengeksekusi suatu kontrak yang sudah terlebih dahulu diperjanjikanya,tidak dapat dilakukan actio pauliana karena tindakan-tinndakan tersebut bukanlah suatu perbuatan hukum. Apabila ditelusuri pembayaran utang kepada kreditor,hal itu merupakan kewajiban yang ada di dalam undang-undang maupun perjanjian.Namun pembayaran utang tersebut masih bisa dibatalkan dengan actio pauliana apabila:
1.Dapat dibuktikan bahwa si penerima pembayaran mengetahui pada saat dibayarnya hutang tersebut oleh debitur,kepada debitor tersebut telah dimintakan pernyataan pailit atau pelaporanuntuk itu sudah dimintakan.
2.Adanya persengkongkolan antara kreditor dan debitor,sehingga hal tersebut lebih menguntungkan kresitor tersebut dari pada kreditor-kreditor yang lain.
Selain hal tersebut,agar perbuatan yang dilakukan debitur kemudian dinyatakan pailit,menurut doktrin untuk dapat dibatalkan dengan actio pauliana harus dipenuhi dua syarat yaitu perbuatan tersebut diketahui dan patut diduga oleh pihak debitur dan pihak ketiga bahwa perbuatan tersebut merugikan terhadap pihak kreditur.Sementara jika yang dilakukan oleh debitur yang akan dipailitkan tersebut adalah hibah atau hadiah,terhadap pihak ketiga yang menerima hibah atau hadiah tersebut tidak disyaratkan unsur diketahui dan patut diduga oleh pihak debitur dan pihak ketiga bahwa perbuatan tersebut merugikan terhadap pihak kreditur.Dalam hal ini tindakan patut diketahui dan menduga menjadi beban dari pemberi hadiah dan hibah saja apabila hibah ini dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum debitor pailit seperti yang diuangkapkan pasal 44.
Dalam Actio Pauliana untuk membuktikan perbuatan dari debitur yang mengarah pada tindakan untuk mengalihkan aset-asetnya maka kurator wajib untuk membuktikan adanya kerugian pada pihak kreditor akibat dari pembuatan perjanjian atau dilaksanakanya perbuatan hukum tersebut.Selain itu kurator tersebut harus membuktikan bahwa perbuatan hukum timbal balik yang dilakukan oleh debitor tersebut dalam upaya untuk merugikan kreditor .Di samping itu juga dimungkinkan adanya suatu pembuktian terbalik,apabila saat dilakukanya perbuatan tertentu yang merugikan harta pailit tersebut pihak debitor dan pihak siapaun dengan siapa tindakan itu dilakukan(kecuali hibah) dianggap telah mengetahui atau patut mengetahui bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kreditur kecuali dibuktikan sebaliknya.Yaitu dapat dibuktikan bahwa pihak debitor dan pihak siapaun dengan siapa tindakan itu dilakukan(kecuali hibah) tidak dalam keadaan mengetahui atau patut mengetahui jika perbuatan tersebut merugikan kreditor.Jika perbuatan tersebut adalah hibah,maka pembuktiab terbalik ini hanya dibebankan kepada debitor.Karena di dalam hibah tidak disyaratkan adanya pembuktian bagi pihak siapaun dengan siapa tindakan itu dilakukan.Syarat-syarat agar berlakunya pembuktian terbalik:
1.Perbuatan tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan.Sehingga disini berlaku asas “Hukum Anti Perbuatan Menit Terakhir”(Anti Last Minute Grab Rule).
2.Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitur
3.Hanya berlaku untuk perbuatan-perbuatan dalam hal tertentu saja,yaitu sebagai berikut:
a)Perbuatan hukum tersebut adalah hibah
b)Perbuatan tersebut merupakan perikatan dimana perikatan dimana kewajiban debitur melebihi kewajiban pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan.
c)Dilakukan oleh debitur perorangan,dengan atau terhadap:
1)Suami atau istrinya,anak angkat atau keluarganya sampai drajat ketiga
2)Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam point 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama,ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.
d)Dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukummdengan atau terhadap:
1)anggota direksi atau pengurus dari Debitor, suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut;
2)perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan Debitor lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal
3)perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada Debitor lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor.
e)Dilakukan oleh Debitor yang merupakan badan hukum dengan atau untuk kepentingan

badan hukum lainnya, apabila:
1)Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang sama.
2)suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan anggota direksi atau pengurus Debitor yang juga merupakan anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya
3)perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada Debitor, atau suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut, atau sebaliknya
4)Debitor adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya
5)badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama, atau tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50% (lima puluh persen) dari modal yang disetor
Dalam hal pasal 41 Undang Undang Kepailitan dinyatakan bahwa tindakan-tindakan yang digolongkan actio pauliana dapat dinmintakan batal tentunya dapat dinyatakan batal oleh pihak kurator dari pihak debitor pailit.Jika debitor telah terlanjur untuk melakukan penjualan terhadap asetnya,maka jual beli tersebut dapat dibatalkan dan aset dari debitor harus kembali kepadanya.Namun jika karena alasan suatu hal aset tersebut tidak dapat dikembalikan,menurut pasal 49 ayat 2 Undang Undang Kepailitan maka pihak pembeli harus melakukan pengembalian kepada kurator.Selain itu harga barang yang telah diterima debitor juga harus dikembalikan oleh pihak kurator dengan syarat bahwa harta barang bermanfaat untuk harta pailit dan barang tersebut tersedia.

BAB III
KESIMPULAN

Pasal 1131 KUHPerdata digunakan sebagai dasar adanya suatu kepailitan karena dalam pasal tersebut diterangkan bahwa segala kebendaan orang yang berutang menjadi tanggungan di dalam perikatan.Oleh karena itu untuk menjamin berjalanya pasal 1131 tersebut maka dibuatlah pasal 1341 KUHPerdata untuk menjamin hak-hak dari kreditor,dimana pasal ini juga yang mengilhami lahirnya actio pauliana.Di dalam pasal ini juga terkandung adanya suatu asas itikad baik yang menjadi landasan apakah perbuatan tersebut diwajibkan atau tidak.Jadi walaupun barang-barang atau aset-aset yang dimiliki oleh debitur sudah dikuasai oleh pihak ketiga,maka aset-aset tersebut dapat diminta kembali dengan actio paulinia dan untuk pihak ketiga yang terlanjur melakukan transaksi dengan debitor yang akan dinyatakan pailit,akan diberikan pengembalian terhadap harga yang telah dibayarnya oleh kurator.Dan hak-hak yang diperoleh oleh pihak ketiga secara itikad baik tersebut dilindungi, artinya perlindungan yang diberikan berupa jaminan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Debitor dengan pihak ke tiga tersebut tidak dapat dibatalkan karena dalam actio pauliana yang menjadi kunci pokok dikabulkan adalah adanya unsur itikad tidak baik oleh Debitor Pailit.Untuk mengajukan actio pauliana,kreditor cukup membuktikan bahwa debitor pada waktu melakukan perbuatanya tersebut mengetahui bahwa tindakanya tersebut merugikan para Kreditornya tanpa peduli apakah orang yang menerima keuntungan itu juga mengetahuinya atau tidak bahwa perbuatan Debitor tersebut merugikan para Kreditornya.Jadi tidak perlu harus diajukanya suatu tuntutan atau gugatan terhadap tindakan debitor tersebut karena pada asasnya bahwa tindakan debitor tersebut memang batal,bukan dibatalkan.Namun dalam prakteknya cukup kurator menyatakan bahwa tindakan debitor tersebut batal,asalkan kurator dapat membuktikan bahwa tindakan debitor tersebut dapat merugikan bagi pihak kreditor.
Untuk mengatur ketentuan lebih lanjut dari pasal 1341 KUHPerdata tersebut maka dibuatlah Undang-Undang No.37 Tahun 2004 khususnya pasal 30 dan 41-49 agar actio pauliana dapat diatur lebih spesifik.Dasar dari actio pauliana diawali pada pasal 30 4membatalkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak debitor yang dapat menyebabkan kerugian bagi pihak kreditor.Lalu pada pasal 41-49 dimulailah pengaturan terhadap actio pauliana secara lebih spesifik.Selain itu di dalam pasal 41 tersebut juga diterangkan bagaimana syarat-syarat atau kriteria perbuatan yang dilakukan oleh pihak debitor yang dapat dibatalkan dengan actio pauliana.
Selain itu di dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 juga diterangkan bagaimana untuk melakukan pembuktian terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh debitor tersebut.Memang pada awalnya di dalam KUHPerdata telah diterangkan bahwa untuk melakukan tindakan actio pauliana,pihak kreditor cukup membuktikan tindakan-tindakan debitor yang dapat merugikan para kreditor,wa;aupun pada prakteknya memang hal ini sering dilakukan kurator ketika aset-aset dari debitor tersebut telah menjadi wewenangnya.Namun dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 lebih mengatur secara spesifik dengan adanya asas pembuktian terbalik kepada pihak debitor dan pihak dimana perbuatan itu dilakukan apabila memenuhi syarat yang telah ditentukan di dalam pasal 42 Undang-Undang Kepailitan.Apabila tindakan yang dilakukan oleh seorang debitor tersebut merupakan hibah,maka tugas kurator untuk membuktikan bahwa tindakan tersebut debitor mengetahui atau patut mengetahui tindakan tersebut untuk akan mengakibatkan kerugian dari debitor seperti yang telah tercantum di dalam pasal 43 Undang-Undang Kepailitan.Namun pasal 44 membuat pengecualin apabila tindakan hibah tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum keputusan pailit,maka akan berlaku pembuktian terbalik yang hanya dibebankan pada pihak debitor,bukan orang dimana perbuatan itu dilakukan.Karena hanya debitorlah yang dianggap mengetahui dan patut mengetahui bahwa tindakan tersebut dapat merugikan pihak kreditor.
Selain itu apabila seorang debitur melakukan pembayaran utang yang sudah dapat ditagih ketika pernyataan pailit untuk debitor telah didaftarkan,maka dalam pasal 45 Undang Undang Kepailitan disebutkan bahwa tindakan tersebut dapat dibatalkan apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara pihak debitor dengan kreditor dengan maksud menguntungkan kreditor tersebut melebihi kreditor lainya.Dari bunyi pasal 45 Undang-Undang kepailitan,untuk menentukan apakah suatu pembayaran atas utang yang sudah ditagih dapat dibatalkan atau tidak maka:
1. Dapat dibuktikan bahwa si penerima pembayaran mengetahui pada saat dibayarnya hutang tersebut oleh debitur,kepada debitor tersebut telah dimintakan pernyataan pailit atau pelaporanuntuk itu sudah dimintakan.
2. Adanya persengkongkolan antara kreditor dan debitor,sehingga hal tersebut lebih menguntungkan kresitor tersebut dari pada kreditor-kreditor yang lain.
Dalam hal pembayaran yang telah diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk yang karena hubungan hukum dengan pemegang terdahulu wajib menerima pembayaran,pembayaran tersebut tidak dapat diminta kembali.Dalam hal pembayaran tidak dapat diminta kembali tersebut,orang yang mendapat keuntungan sebagai akibat diterbitkanya surat pengganti atau surat atas tunjuk,wajib menggembalikan kepada harta pailit jumlah uang yang telah dibayar oleh debitur apabila:
1. Dapat dibuktikan bahwa penerbitan surat tersebut,yang bersangkutan mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit debitor sudah didaftarkan;atau
2. Penerbitan surat tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara debitur dan pemegang surat tersebut
Oleh karena itu kurator wajib membuktikan mengenai itikad baik dari penerbitan surat tersebut.
Apabila actio pauliana berhasil untuk direalisasikan maka akibat hukum yang diterima tidak hanya untuk debitor saja,namun akibat hukumnya juga dapat berhubungan dengan pihak ke 3 dimana debitor tersebut melakukan perbuatan hukum.Ketika debitor yang akan dipailitkan melakukan penjualan kepada pihak ketiga maka jual beli tersebut dapat dibatalkan kareba barang tersebut harus dikembalikan kepada debitor yang pailit.Jika barang tersebut karena suatu hal tidak dapat dikembalikan maka pasal 49 Undang-Undang Kepailitan mewajibkan pihak pembeli melakukan ganti rugi kepada kurator.Bila harga barang telah diterima oleh debitor yang pailit maka harga barang tersebut akan dikembalikan kepada kurator dengan syarat:
1. Jika dan sejauh harga barang tersebut telah bermanfaat bagi harta pailit
2. Jika harga baranng masih tersedia
Jika harga barang tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia lagi,pihak ketiga tersebut(pembeli) akan menjadi kreditur konkuren dan akan mendapatkan haknya nanti ketika dilakukan pemberesan harta pailit.Namun apabila pihak ketiga tersebut telah mengalihkan hartanya kepada pihak lain,maka harus diperhatikan faktor-faktor:
1. Dilihat dengan apa pengalihan barang tersebut,apabila dilakukan dengan hibah atau hadiah maka tidak ada alasan untuk melindungi pihak penerima hibah ataub hadiah tersebut karena tidak adanya kontrak prestasi dari pihak tersebut.
2. Apabila dilakukan dengan jual beli secara etikad baik maka pembeli dengan itikad baik tersebut akan mendapatkan perlindungan dari hukum.
Pihak pembeli pertama dengan memindahkan barang yang telah dibelinya kepada pihak lain,tidak serta merta menjadikanya terlepas dari tanggung jawab dari adanya actio pauliana.Karena apabila pembeli pertama tidak dapat mengembalikan harta pailit tersebut maka pembeli pertama tersebut mempunyai kewajiban untuk mengembalikab barang dalam bentuk uang atau lainya yang disetujui oleh kurator.
Apabila harta kepailitan tersebut dibebankan untuk hak tanggungan atau jaminan utang terhadap kresitur tertentu maka kreditur tersebut akan kehilangan hak tanggungan.










DAFTAR PUSTAKA

Fuady Munir,Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek(Bandung:Citra Aditya Bakti,2005
Nating Imran,Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pembebasan Harta Pailit(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2004)
Jono,Hukum Kepailitan,(Tangerang:Sinar Grafika,2007)
Muljadi Kartini, Widjaja Gunawan,Pedoman Menangani Perkara Kepailitan,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2003)

PENDAKIAN GUNUNG

Mendaki gunung diperlukan persiapan yang cukup. Seringkali kegiatan latihan fisik tidak disiapkan dengan baik. Dalam mendaki gunung ditentukan oleh faktor ekstern dan intern. Kebugaran fisik mutlak diperlukan.

Pendaki gunung legendaris asal Inggris, Sir George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan mengapa ia begitu “tergila-gila” naik gunung. “Because it is there,” ujarnya. Jawaban itu menggambarkan betapa luas pengalamannya mendaki gunung dan bertualang.

Selain jawaban itu, masih banyak alasan mengapa seseorang mendaki gunung atau menggeluti kegiatan petualangan lainnya. Mereka punya alasan lebih panjang dari Mallory. Dalam halaman awal buku pegangan petualangan yang dimiliki seluruh anggotanya tertulis, “Nasionalisme tidak dapat tumbuh dari slogan atau indoktrinasi. Cinta tanah air hanya tumbuh dari melihat langsung alam dan masyarakatnya. Untuk itulah kami naik gunung”.

Yang jelas, tidak seorang petualang alam-komunitas di Indonesia lebih senang menggunakan istilah pencinta alam-melakukan kegiatan itu dengan alasan untuk gagah-gagahan. Karena bukan untuk gagah-gagahan, maka sebaiknya tidak ada istilah “modal nekad” dalam mendaki gunung.

Bagaimanapun, gunung dengan rimba liarnya, tebing terjal, udara dingin, kencangnya angin yang membuat tulang ngilu, malam yang gelap dan kabut yang pekat bukanlah habitat manusia modern. Bahaya yang dikandung alam itu akan menjadi semakin besar bila pendaki gunung tidak membekali diri dengan peralatan, kekuatan fisik, pengetahuan tentang alam, dan navigasi yang baik. Tanpa persiapan yang baik, naik gunung tidak bermakna apa-apa.

Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya pendakian gunung yaitu :

1. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri pendaki. Cuaca, kondisi alam, gas beracun yang dikandung gunung dan sebagainya yang merupakan sifat dan bagian alam. Karena itu, bahaya yang mungkin timbul seperti angin badai, pohon tumbang, letusan gunung atau meruapnya gas beracun dikategorikan sebagai bahaya objektif (objective danger). Seringkali faktor itu berubah dengan cepat di luar dugaan manusia.Tidak ada seorang pendaki pun yang dapat mengatur bahaya objektif itu. Namun dia dapat menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan itu.

2. Faktor Intern
Faktor yang berasal dari diri pendaki yang memncakup segala persiapan, dan kemampuannya faktor kedua ini yang berpengaruh pada sukses atau gagalnya mendaki gunung.

Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk melawan dinginnya udara dan kencangnya angin. Tidak bisa ditawar, mendaki gunung adalah kegiatan fisik berat. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal mutlak. Untuk berjalan dan menarik badan dari rintangan dahan atau batu, otot tungkai dan tangan harus kuat.

Untuk menahan beban ransel, otot bahu harus kuat. Daya tahan (endurance) amat diperlukan karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga hitungan hari untuk bisa tiba di puncak. Bila tidak biasa berolahraga, calon pendaki sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga minggu sebelum pendakian. Mulailah jogging tanpa memaksa diri, misalnya cukup 30 menit dengan lari-lari santai.

Tingkatkan waktu dan kecepatan jogging secara bertahap pada kesempatan berikutnya. Bila kegiatan itu terasa membosankan, dapat diselingi dengan berenang. Dua olahraga itu sangat bermanfaat meningkatkan endurance dan kapasitas maksimum paru-paru menyedot oksigen (Volume O2 maximum/VO2 max). Latihan push up, sit up, pull up sebaiknya juga dilakukan untuk memperkuat otot-otot.

Saking semangatnya, pendaki kerap kali ingin segera mencapai puncak, apalagi bila kegiatan itu dilakukan berkelompok. Persaingan untuk berjalan paling cepat, paling depan, dan menjadi orang pertama memijak puncak, sebaiknya ditinggalkan. Mendaki gunung yang baik justru melangkah perlahan dalam langkah-langkah kecil dan dalam irama tetap. Dengan berjalan seperti itu, pendaki dapat mengatur napas, dan menggunakan tenaga seefisien mungkin.

Bagaimanapun mendaki merupakan pekerjaan melelahkan. Selain itu, keindahan alam dan kebersamaan dalam rombongan, sering menggoda pendaki untuk banyak berhenti dan beristirahat di tengah jalan. Bila dituruti terus, bukan tidak mungkin pendakian malah gagal mencapai puncak. Karena itu, cobalah membuat target pendakian. Misalnya, harus berjalan nonstop selama satu jam, lalu istirahat 10 menit, kembali mendaki selama satu jam dan seterusnya. Lakukan hal ini hingga mencapai puncak atau hari telah sore untuk berkemah.

Pada medan perjalanan yang landai, target waktu seperti itu dapat diganti dengan target tempat. Caranya, tentukanlah titik-titik target di peta sebagai titik beristirahat.
Buatlah jadwal rencana kegiatan sehingga waktu yang tersedia digunakan seefektif mungkin dalam bergiat di alam. Jadwal itu memungkinkan pendaki menghitung berapa banyak makanan, pakaian, peralatan harus dibawa, dan dana yang harus disiapkan. Jadwal itu antara lain mencakup keberangkatan, jadwal dan rute pendakian, kapan tiba di puncak, jadwal dan rute pulang, dan seterusnya.

Jadwal pendakian perhari dapat lebih dirinci dengan berapa jam jatah pendakian, pukul berapa dimulai dan kapan berhenti serta seterusnya. Untuk menghindari beban bawaan terlalu berat, hindari membawa barang-barang yang tidak perlu. Misalnya, cukup membawa baju dan celana tiga atau empat stel meski pendakian memerlukan waktu cukup lama. Satu stel pakaian dikenakan saat berangkat dari rumah hingga kaki gunung dan saat pulang. Satu stel sebagai baju lapangan saat mendaki.

Satu stel yang lain sebagai baju kering yang digunakan saat berkemah. Rain coat dan payung dapat dicoret dari barang bawaan bila telah membawa ponco. Bila telah membawa lilin, cukup membawa batu batere seperlunya untuk menyalakan senter dalam keadaan darurat. Piring dapat ditinggal di rumah karena wadah makanan dapat menggunakan rantang memasak atau cangkir.

Bila barang perlengkapan telah terkumpul, masukkan semua ke dalam ransel. Jangan biarkan ada sejumlah barang seperti cangkir atau sandal diikat di lua ransel. Selain tidak sedap dipandang, risiko hilang selama pendakian, amat besar. Meski demikian, ada beberapa barang yang ditolerir bila ditaruh di luar ransel dan diikat dengan tali webbing ransel. Misalnya, matras karet dan tiang tenda.

Namun, yakinkan, semua telah diikat dengan kencang. Menaruh barang di dalam ransel amat berbeda dengan cara memasukkan buku-buku pelajaran dalam daypack (ransel kecil yang biasa digunakan ke sekolah). Buku pelajaran, baju praktikum, kalkulator dapat kita cemplungkan begitu saja ke dalam daypack. Sebaliknya, barang-barang pendakian harus dimasukkan dalam ransel dengan aturan tertentu sehingga mengurangi rasa sakit saat memanggul dan menghindari ruang kosong dalam ransel.

Prinsip pengepakan barang dalam ransel:

1. Letakkan barang ringan di bagian bawah dan barang berat di bagian atas.
2. Barang-barang yang diperlukan paling akhir (misalnya peralatan kemping dan tidur), ditaruh di bagian bawah dan barang yang sering dikeluar-masukkan (seperti jaket, jas hujan, botol air) di bagian atas.
3. Jangan biarkan ada ruang kosong dalam ransel. Contoh, manfaatkan bagian dalam panci sebagai tempat menyimpan beras. Untuk itu, langkah pertama mengepak perlengkapan pendakian adalah mengelompokkan barang menurut jenis, seperti:
- Pakaian dan kantung tidur,
- Alat memasak,
- Tenda,
- Makanan.

Bungkus kelompok-kelompok barang itu dalam kantong-kantong plastik agar mudah dicari. Sebagian besar pendaki menganggap, mengepak barang merupakan seni tersendiri dan kerap mengasyikkan.

Pengetahuan Dasar Pendaki Gunung
Dalam mendaki gunung atau menjelajah alam, pelaku juga harus memasak, makan, tidur, dan membersihkan diri. Semua dilakukan sendiri. Untuk itu, pendaki tidak dapat menghindari barang bawaan yang relatif banyak dan berat. Perlengkapan apa saja yang diperlukan untuk pendakian? Perlengkapan seorang pendaki berupa sepatu, baju dan celana, jaket, ponco atau rain coat, dan ransel.

Sepatu mendaki yang baik selain melindungi kaki dari luka, juga harus nyaman saat dipakai meski membawa beban berat di medan licin, berbatu-batu, dan curam. Jenis sepatu boot paling cocok untuk kegiatan ini, karena melindungi pergelangan hingga mata kaki dari kemungkinan terkilir. Pilihlah sol sepatu dengan kembang besar, ceruk yang dalam dan memiliki tumit. Sol seperti ini memungkinkan pemakai dapat mencengkeram permukaan meski kondisinya ekstrim (curam, licin, atau berbatu-batu).

Pakaian ideal saat mendaki di gunung tropis adalah yang relatif tebal dan menyerap keringat, celana yang tidak kaku dan ringan guna melindungi kaki dari goresan duri. Baju dari katun atau wool cukup ideal. Sayang bila telah basah, katun tidak mampu menghangatkan badan. Baju dari bahan sintetis semisal polyesters dan acrylics sedikit menyerap keringat tetapi cepat kering.

Sementara bahan nilon sebaiknya tidak digunakan karena tidak menyerap keringat sehingga keringat akan tetap menempel di badan. Sebaliknya, nylon amat baik menahan hujan, sehingga banyak digunakan sebagai ponco. Saat mendaki, hindari pemakaian pakaian berbahan jeans. Bahan ini sukar kering dan berat saat basah. Bila mendaki medan yang dirimbuni pepohonan atau semak tinggi, di mana terpaan angin tidak kencang, hindari mengenakan jaket saat berjalan. Selain menahan keringat menempel di badan, jaket juga membuat tubuh merasa gerah karena selama berjalan suhu tubuh meningkat akibat pembakaran zat makanan untuk menghasilkan energi.

Pada saat istirahat, di sela pendakian, pembakaran berkurang. Dinginnya temperatur di pegunungan dan hembusan angin maka pendaki akan menghadapi perbedaan drastis temperatur. Oleh karena itu, saat beristirahat, sebaiknya pendaki mengenakan jaket atau sweater tebal. Bila beristirahat saat hujan, sebaiknya mengganti baju jalan yang basah dengan baju kering. Jaket sebaiknya digunakan menahan dingin di puncak atau di lokasi kemping saat akitivitas tidak segiat saat berjalan. Pilihlah jaket yang berbahan isian (down jacket). Jaket jenis ini cukup tebal dan penahan dingin yang baik.

Kelemahannya, relatif berat dan memakan banyak tempat dalam ransel. Jaket lain sebaiknya dibawa adalah yang memiliki dua lapisan (double layer). Lapisan dalam biasanya berbahan penghangat dan menyerap keringat seperti wool atau polartex, sedang lapisan luar berfungsi menahan air dan angin. Kini, teknologi tekstil sudah mampu memroduksi Gore-tex, bahan jaket yang nyaman dipakai saat mendaki. Bahan itu memungkinkan kulit tetap “bernapas”, tidak gerah, mengeluarkan uap keringat, mampu menahan angin (wind breaking) dan resapan air hujan (water proof). Sayang, bahan ini masih mahal, rata-rata berharga di atas Rp 1 juta.

Perlengkapan vital pendakian lainnya adalah ransel. Kini banyak jenis ransel-terutama berangka dalam-dijual di pasaran. Fungsi rangka selain menyangga badan ransel tetap tegak, mencegah barang di dalamnya bergeser, dan menjaga jarak antara punggung pemakai dari ransel. Akibatnya, barang-barang keras yang dibawa tidak menyakitkan. Ransel yang baik dilengkapi tali pengatur sabuk penggendok atau sandang bahu, sandang pinggang, atau sabuk pinggang. Sabuk dan tali pengatur itu akan membuat pemakainya nyaman memanggul ransel beserta isinya.

Bila pendaki ingin membawa barang bawaan ke bahu dan punggung, kencangkan tali pengatur sandang bahu dan longgarkan sabuk pinggang. Sebaliknya, bila beban ingin ditopang punggung dan pinggang, kencangkan tali sabuk pinggang dan kendorkan tali sandang bahu. Ransel berdisain baik, bila rangka bagian bawah, saat dipakai, ada di sekitar pinggang sedang lengkungan rangka atas sesuai lengkungan tulang punggung pemakai. Ransel yang memiliki beberapa kantung di penutup atau badan, memiliki banyak keuntungan.

Barang-barang kecil seperti botol air minum, jaket, atau kamera yang sering dikeluar-masukkan selama pendakian, dapat ditaruh di situ. Dengan demikian, pendaki tidak perlu membuka-tutup dan mengacak-acak isi ruang utama ransel.

Oleh karena itu, pilihlah ransel berbahan nilon atau kanvas. Nilon selain kedap air juga ringan. Sebaliknya, kanvas relatif berat terutama pada waktu basah. Akan tetapi, kanvas lebih kuat terhadap goresan

Persiapan Mendaki Gunung
Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik, etika, pengetahuan dan ketrampilan.

1. Perencanaan pendakian

*

Hal hal yang perlu diperhatikan dlm perencanaan pendakian :
*

Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam menghadapi medan
*

Mempelajari medan yang akan ditempuh
*

Teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat mungkin
*

Pikirkan waktu yangdigunakan dalam pendakian
* Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa

1. Perlengkapan perjalanan

* Perlengkapan dasar
Perlengkapan jalan : sepatu , kaoskaki , celana , ikat pinggang , baju , topi , jas hujan dll
Perlengkapan tidur : sleeping bag , tenda, matras dll
Perlengkapan masak dan makan: kompor , sendok , makanan , korek dll
Perlengkapan pribadi : jarum , benang , obat pribadi , sikat , toilet paper dll
Ransel / carrier
* Perlengkapan pembantu
Kompas , senter , pisau pinggang , golok tebas , P3K, Peta , busur drajat ,pengaris , pensil, Alat komunikasi (Handy talky) , survival kit ,GPS, Jam tangan,dll.

1. Packing atau menyusun perlengkapan kedalam ransel

*

Kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya masukkan dalam kantong plastik
*

Letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya (mis : Perlengkapan tidur) pada yang tempat paling dalam, barang barang yang sering digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin dengan tubuh dan mudah diambil Tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin dengan badan / punggung.
*

Checklist barang barang tsb.

Macam-macam penyakit yang sering dihadapi oleh pendaki:

1. Hypotermia
Adalah penurunan suhu tubuh secara tidak normal, dimana dikenal sebagai dingin penyebab kematian. Hypotermia tidak ada bedanya apakah terjadi di air,hutan atau puncak gunung. Statistik menunjukkan sebagian besar kasus ini justru terjadi pada suhu yang tidak terlampau dingin dan ini dianggap berbahaya (0-10 C).

Badan yang basah oleh keringat atau air hujan dan angin pada suhu tertentu dapat berakibat fatal dan dapat menyebabkan anda kehilangan banyak kalori.Pertolongan harus diberikan dalam 1 ½ jam setelah menggigil hebat. Bila tidak, siap-siaplah dijemput malaikat maut, wassalam.

2. Dehidrasi
Kekurangan cairan dalam tubuh karena sinar matahari atau air yang masuk dalam tubuh berkurang atau banyak minum air berkadar garam tinggi sehingga cairan dalam tubuh tertarik keluar.

3. Sun Burn
Terbakarnya kulit karena sinar sengatan matahari, biasanya pada tempat yang tinggi, lapisan udara tipis dan matahari mengandung ultraviolet yang membakar kulit